PENYANYI IDOLA
Sabtu pagi telah
menyambut hatiku yang kelabu. Kulihat dari jendela anak-anak sudah
pikuk di luar sana. Seharusnya begitu pula aku. Bahagia, bercengkrama
bersama. Hari ini sesuai jadwal yang di rencanakan, tuku buku
seberang rumahku telah di buka. Diskon besar di gelar sambut buka
perdana. Seharusnya aku di sana. Bahagia, bercengkrama bersama.
Nikmati diskon yang super gila.
Hari ini telah lama aku
tunggu. Aku sudah menabung untuk itu. Semuanya demi buku yang aku
idamkan. Sebuah buku biography artis idolaku. Seorang penyanyi
favoritku. Namun apa yang aku dapat sekarang. Terkungkung dalam kamar
dan hanya bisa memandang toko buku di seberang. Andai aku bisa
tinggalkan kamar ini sekarang.
Aku jadi gila. Aku
teriak-teriak keluar jendela. Kulihat satu temanku keluar dari toko
buku dengan membawa tas bergambar penyanyi favoritku. Sekarang ia
acung-acungkan bukunya ke arahku. Aku hanya bisa cemburu. Ia tampak
puas melihatku. Damn you!!
Seandainya saja aku
kemarin tidak berlebihan bercandanya, sekarang aku pasti bisa di
sana. Bahagia, bercanda bersama. Menikmati diskon gila. Membeli buku
idolaku. Penyanyi favoritku. Namun ini konsekuensi. Ini tanggung
jawab atas apa yang telah terjadi. Aku sudah beranjak dewasa
sekarang. Aku harus bisa bertanggungjawab atas apa yang telah aku
lakukan. Ah, seandainya saja aku kemarin tidak berlebihan
bercandanya, pasti adikku baik-baik saja. Bukan seperti sekarang ini.
Ia tergolek tak berdaya. Kakinya patah akibat jatuh dari tangga. Aku
dorong. Tidak sengaja. Konsekuensinya, aku harus merawat dan
menjaganya selama ayah bekerja. Untung musim libur. Jadi kami tak
perlu alpha. Aku tidak terlalu peduli. Yang aku khawatirkan adalah
buku idolaku di depan. Bagaimana jika nanti aku kehabisan. Aku akan
sangat menyesali akibat dari perbuatanku ini.
Aduh kenapa papa belum
pulang juga. Bukannya ini hari sabtu. Bukankah seharusnya papa pulang
lebih awal. Tadi ia telpon sih, mau pulang telat, tapi kan
tidak sampai malam begini. Lalu bagaimana dengan buku idolaku di
depan. Bagaimana jika aku kehabisan. Bagaimana?
Tingtung...tingtung.....suara
bel dari bawah. Itu pasti papa. Segera aku berlari menyambutnya. Aku
membuka pintu dan langsung pamit kepadanya.
“Papa, aku ke depan.
Ke toko buku.”
Aku ternganga. Tak
percaya dengan apa yang kulihat. Rak itu telah kosong. Tuh
kan, benar aku kehabisan. Mataku sembab seketika. Apa yang aku
khawatirkan menjadi kenyataan. Aku tidak bisa mendapatkan buku
idolaku. Penyanyi favoritku.
Aku pulang berjalan
gontai. Hari liburku ke depan pasti tak akan menyenangkan. Tanpa buku
idolaku. Penyanyi favoritku. Air mata ini tetap terus jatuh perlahan.
Menemani diriku sepanjang jalan.
“Dita, kamu ini
kenapa? Lari-lari begitu.” sambut papaku.
Aku masih terdiam hingga
aku mendapati wajah yang amat aku gemari.
“Kenalkan, Tante
Diana.”
Aku ternganga. Tokoh
idolaku, penyanyi favoritku berdiri di depanku. Seperti mimpi saja
rasanya. Apakah ini nyata?
“Tante Diana ini teman
papa saat SMA. Teman almarhum mama kamu juga.” papa menjelaskan.
Aku masih terdiam. Masih
bertanya apakah ini nyata. Aku masih ternganga. Aku berdiri di depan
idolaku, penyanyi favoritku. Tetap aku diam membisu, pun saat ia kini
telah duduk di depanku.
“Kok diam begitu.
Duduk sini dong di sebelah mama.”
“Mama?”
“Iya, mama. Papa belum
pernah cerita ya? Bulan depan tante mau menikah dengan papa Dita.”
Mataku gelap. Kepalaku
berat. Aku pingsan.
Kak, namanya dita atau diana?
BalasHapusbingung -_-
tapi suka ceritanya :)
Tokoh aku namanya dita, diana nama tokoh pembantu cewek (pacar si ayah)
BalasHapus