^^

Sabtu, 08 Oktober 2011

#15harimenulisdiblog #9 #jendela


PENYANYI IDOLA

Sabtu pagi telah menyambut hatiku yang kelabu. Kulihat dari jendela anak-anak sudah pikuk di luar sana. Seharusnya begitu pula aku. Bahagia, bercengkrama bersama. Hari ini sesuai jadwal yang di rencanakan, tuku buku seberang rumahku telah di buka. Diskon besar di gelar sambut buka perdana. Seharusnya aku di sana. Bahagia, bercengkrama bersama. Nikmati diskon yang super gila. 

Hari ini telah lama aku tunggu. Aku sudah menabung untuk itu. Semuanya demi buku yang aku idamkan. Sebuah buku biography artis idolaku. Seorang penyanyi favoritku. Namun apa yang aku dapat sekarang. Terkungkung dalam kamar dan hanya bisa memandang toko buku di seberang. Andai aku bisa tinggalkan kamar ini sekarang.

Aku jadi gila. Aku teriak-teriak keluar jendela. Kulihat satu temanku keluar dari toko buku dengan membawa tas bergambar penyanyi favoritku. Sekarang ia acung-acungkan bukunya ke arahku. Aku hanya bisa cemburu. Ia tampak puas melihatku. Damn you!!

Seandainya saja aku kemarin tidak berlebihan bercandanya, sekarang aku pasti bisa di sana. Bahagia, bercanda bersama. Menikmati diskon gila. Membeli buku idolaku. Penyanyi favoritku. Namun ini konsekuensi. Ini tanggung jawab atas apa yang telah terjadi. Aku sudah beranjak dewasa sekarang. Aku harus bisa bertanggungjawab atas apa yang telah aku lakukan. Ah, seandainya saja aku kemarin tidak berlebihan bercandanya, pasti adikku baik-baik saja. Bukan seperti sekarang ini. Ia tergolek tak berdaya. Kakinya patah akibat jatuh dari tangga. Aku dorong. Tidak sengaja. Konsekuensinya, aku harus merawat dan menjaganya selama ayah bekerja. Untung musim libur. Jadi kami tak perlu alpha. Aku tidak terlalu peduli. Yang aku khawatirkan adalah buku idolaku di depan. Bagaimana jika nanti aku kehabisan. Aku akan sangat menyesali akibat dari perbuatanku ini.

Aduh kenapa papa belum pulang juga. Bukannya ini hari sabtu. Bukankah seharusnya papa pulang lebih awal. Tadi ia telpon sih, mau pulang telat, tapi kan tidak sampai malam begini. Lalu bagaimana dengan buku idolaku di depan. Bagaimana jika aku kehabisan. Bagaimana?

Tingtung...tingtung.....suara bel dari bawah. Itu pasti papa. Segera aku berlari menyambutnya. Aku membuka pintu dan langsung pamit kepadanya.

“Papa, aku ke depan. Ke toko buku.”

Aku ternganga. Tak percaya dengan apa yang kulihat. Rak itu telah kosong. Tuh kan, benar aku kehabisan. Mataku sembab seketika. Apa yang aku khawatirkan menjadi kenyataan. Aku tidak bisa mendapatkan buku idolaku. Penyanyi favoritku.

Aku pulang berjalan gontai. Hari liburku ke depan pasti tak akan menyenangkan. Tanpa buku idolaku. Penyanyi favoritku. Air mata ini tetap terus jatuh perlahan. Menemani diriku sepanjang jalan.

“Dita, kamu ini kenapa? Lari-lari begitu.” sambut papaku.

Aku masih terdiam hingga aku mendapati wajah yang amat aku gemari.

“Kenalkan, Tante Diana.”

Aku ternganga. Tokoh idolaku, penyanyi favoritku berdiri di depanku. Seperti mimpi saja rasanya. Apakah ini nyata?

“Tante Diana ini teman papa saat SMA. Teman almarhum mama kamu juga.” papa menjelaskan.

Aku masih terdiam. Masih bertanya apakah ini nyata. Aku masih ternganga. Aku berdiri di depan idolaku, penyanyi favoritku. Tetap aku diam membisu, pun saat ia kini telah duduk di depanku.

“Kok diam begitu. Duduk sini dong di sebelah mama.”

“Mama?”

“Iya, mama. Papa belum pernah cerita ya? Bulan depan tante mau menikah dengan papa Dita.”

Mataku gelap. Kepalaku berat. Aku pingsan.


2 komentar:

  1. Kak, namanya dita atau diana?
    bingung -_-
    tapi suka ceritanya :)

    BalasHapus
  2. Tokoh aku namanya dita, diana nama tokoh pembantu cewek (pacar si ayah)

    BalasHapus