^^

Jumat, 26 Oktober 2012

#15HariNgeblogFFDadakan #D10


CUKUP DOA SECUKUPNYA

Aku terdiam. Mendengar ceritanya kata perkata. Meski aku tidak setuju dengan apa yang dia ucapkan namun apa boleh buat. Aku hanya seorang anak yang harus mematuhi ibunya. Emm… ibu tiri tepatnya. Meski sebenarnya dia masih sedarah denganku. Dia kakak ibuku.
Tetapi kali ini permintaannya keterlaluan. Mana bisa aku membunuh suamiku sendiri. Dasar PKI. Iblis. Hanya karena iming-iming cukong busuk makelar tanah itu aku harus membunuh suamiku. Begitu. Perempuan gila. 
Gusti jagat dewa batara, apa yang harus aku lakukan. Bagaimana aku bisa memilih jika pilihannya adalah suami dan anakku. Aku tak mungkin mampu hidup tanpa keduanya.
“Bagaimana, Nduk? Kamu bisa kan melakukan ini. Demi keluarga. Demi trah keluarga kita. Atau, terpaksa aku membunuh anakmu sebagai gantinya.”
Aku masih terdiam. Suara gagak yang bertengger di gerbang pura merongok-rongok menambah pilu hatiku. Adakah pilihan lain, Gusti. Mengapa aku terlahir dalam keluarga seperti ini. Lebih baik aku mati. Atau… dia yang mati.
Aku kembali melihat belati perak yang sudah kugenggam sedari tadi. Kulihat ibuku kembali menebar kemenyan di atas pedupaan membuat aroma wangi menyeruak bergolak. Gusti, jika benar aku membunuhnya, apakah aku menjadi anak durhaka. Tetapi ini demi keluargaku bukan. Aku harus melindungi suami dan anak-anakku.
“Apa yang kamu pikirkan lagi? Apakah kamu tidak mencintai keluargamu?!”
“Tapi, Bu. Apakah tidak bisa diganti dengan orang lain?”
“Tidak bisa!”
Baiklah jika begitu, aku memang harus membunuhmu. Maaf ibu.
Akkgg…...
“Anak bodoh! Bodoh kamu, Andini! Bodoh kamu!!”
Dia meludahiku entah berapa kali. Aku menutup mata.
Kejadiannya begitu cepat. Semoga anak-anakku nanti selamat. Suamiku harap kamu berhati-hati. Sekarang kamu sendiri karena aku harus pergi.
Kurasakan belati itu ditarik dari jantungku. Perempuan laknat itu kembali meludahiku. Aku sudah tidak peduli dengan diriku. Aku hanya mengkhawatirkan keluargaku. Nak, besok jangan pernah menangisi mayat atapun kuburanku. Cukup beri ibu doa secukupnya. Mungkin besok ibu akan berbahagia dengan Sang Kuasa.
Samar kulihat ibuku berlalu meninggalkanku. Perempuan biadab, suatu hari belati itu pula yang akan merenggut nyawamu. Ucapku lirih, sesaat sebelum napas benar-benar terhenti. Kudengar gagag-gagak kembali merongok. Semakin keras.

Painting belong to Margaret Bowland

Tidak ada komentar:

Posting Komentar