TATAP MATA EKSEKUTIF MUDA
Bahagia
itu sederhana. Bagiku, menyelesaikan pekerjaan dengan baik lalu
pulang tanpa ada pekerjaan yang tertinggal, kemudian suasana taman
kota yang tak begitu ramai dengan segelas teh panas kedai kopi depan
kantor yang ada di genggamanku saja sudah cukup membuatku bahagia.
Dan,
ketika kudapati seorang pria tampan, tinggi tegap yang seminggu
terakhir ini selalu terlihat ada di taman tempatku biasa melepas
lelah seusai ngantor, bahagia itu bertambah rasanya. Entah apa
yang aku rasakan. Aku juga tak begitu mengerti Apa yang sedang
terjadi padaku. Aku tak tahu
pasti.
Dan,
ketika dua hari ini tak lagi kudapati pria itu duduk di kursi taman
tempat ia biasa berada, hatiku mulai resah. Aku gelisah melihat ke
kanan ke kiri. Tapi tetap tidak aku dapati sosok si pria tinggi tegap
itu. Duh.
Dan,
ini sudah hampir seminggu aku tak melihat pria itu. Kenapa hatiku
menjadi gusar. Aku yakin sekali pria itulah orangnya. Kemana dia.
“Hey!”
Seseorang
menepuk punggungku dari belakang.
“Masih
menunggunya ya. Tidak usah menunggunya lagi. Dia sudah mati.”
“Maksud
mbak?”
“Iya
dia sudah mati. Aku membunuhnya. Lagipula bukan dia orang yang kita
cari.”
“Masa
sih? Padahal aku yakin sekali dialah orangnya. Sorot matanya yang
seperti elang itu yang membuatku yakin.”
“Tapi
kenyataannya bukan. Belati ini tetap utuh saat darahnya menyatu di
badan belati sialan ini.”
“Susah
juga ternyata ya mbak. Mencari orang keturunan Mas Karebet.”
“Betul
dik, dan kita harus cepat menemukannya. Sebelum waktunya habis.
Belati ini harus kita musnahkan supaya tidak ada lagi yang bisa
melukai atau membunuh kita.”
“Iya
mbak. Lalu kemana lagi kita harus mencari pria keturunan Karebet itu?
Instingmu masih berkata dia ada di sini?”
“Ya.
Itu ada pria tampan satu lagi. Siapa tahu eksekutif muda itu yang
kita cari.”
“Baiklah.”
Aku
mulai membaca mantra.
Painting belomg to mikisportraits
Tidak ada komentar:
Posting Komentar