MENARI DI AKHIR
FEBRUARI
Gerimis menari-nari di tengah terik hari kabisat ini. Seorang gadis
cantik duduk manis di meja pinggir sebuah kafe. Matanya menerawang kosong
menembus dinding kaca di depannya. Tampak sekali hatinya resah terlihat dari
wajahnya yang gelisah.
Seorang pemuda turun dari sebuah taxi dan bergegas berlari ke dalam
kafe. Matanya menyapu seluruh isi ruangan dan berhenti di meja pinggir dinding
kaca. Tempat sang gadis duduk manis.
“Maaf aku terlambat. Hujan.”
Sang gadis tersenyum.
“Ada apa sayang, kamu kok menangis?”
Sang gadis menghela napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.
Pemuda itu menggeser kursinya merapat kepada sang gadis, kekasihnya.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku.”
“Raka, aku minta putus. Kita sudahi hubungan ini.”
Sang pemuda terkejut.
“Putus? Maksud kamu apa?”
“Ya kita putus. Selesai.”
“Alasannya? Hubungan kita baik-baik saja bukan?”
“Justru itu, hubungan kita terlalu baik. Flat. Membosankan. Boring,
Ka.”
“Flat? Lantas hubungan seperti apa yang kamu inginkan, Ayu?”
“Aku ingin kita putus.”
“Aku tidak mau. Sampai kamu memberi alasan yang masuk akal.”
“Aku sudah bosan dengan kamu, Raka. Aku sudah tidak mencintai kamu
lagi seperti saat pertama kita bertemu.” Suara Ayu, sang gadis itu mulai
meninggi.
“Ok. Entah apa yang membuatmu bisa berkata seperti itu aku tidak
tahu. Tapi yang pasti, kamu bukan seperti Ayu kekasihku. Sekarang aku akan
pergi. Aku minta kamu menenangkan diri. Dan setelah pikiran kamu juernih, Ayu
kekasihku telah kembali, kita bertemu lagi untuk membahas ini semua.” Ucap
pemuda itu panjang lebar. Lalu beringsut meninggalkan sang gadis seorang diri.
Plokk…Plokk…Plokk…
Suara tepukan tangan yang di buat-buat terdengar mendekat ke arah
meja gadis itu.
“Tidak terlalu bagus, tapi lumayanlah. Cukup menarik.” Ucap seorang
pemuda yang perlahan duduk di depan sang gadis.
“Puas kamu sekarang?!” Sang gadis berkata penuh emosi, air matanya
perlahan mengalir membasahi pipinya.
“Hei… Kamu tidak lupa, kan? Siapa yang memulai ini semua. Kamu yang
menginginkan aku. Aku hanya menurutimu saja.” Sang pemuda berkata dengan nada
mengejek.
“Kamu… Kamu memang senang menari di atas penderitaan orang lain.”
“Sudahlah. Aku sudah menemukan tempat aborsi yang aman. Aku akan
mengantarmu malam ini.”
Sang gadis itu berdiri.
“Kamu memang jahat, Rayi.”
Sang gadis terisak dan meninggalkan pemuda itu dengan kesalnya. Sang
pemuda tersenyum-senyum. Tampak wajahnya begitu bahagia. Dendamnya akan segera terbalas.
Sementara di luar, tarian gerimis telah berubah menjadi hujan. Hujan
lebat di tengah terik hari kabisat.
Painting belong to inkpaintwords
Tidak ada komentar:
Posting Komentar