^^

Senin, 15 Oktober 2012

#CurhatSahabat


SIAPA SELINGKUH SIAPA

Gelap mulai merapat. Temaram cahaya lampu kafe ini tak bisa menyamarkan mata sembabku. Pun, dengan make-up hasil salon langgananku. Mereka semua kalah dengan sedihnya mata yang membengkak ini.
Aku masih sibukkan jemariku dengan tombol-tombol smartphoneku memainkan game favoritku. Sekedar untuk menghapus gundah yang menggayutiku sekarang. Aku di sini menunggu seorang pria brengsek. Namun aku mencintainya. Aku sudah bersamanya hampir lima tahun lamanya. Dan, sudah setahun belakangan ini kami telah serumah. Kumpul kebo. Kami belum menikah. Untuk apa, pikirku. Kita cukup bahagia dengan keadaan yang begini. Cukup.
Hingga, kemarin dengan mata kepala sendiri aku mendapatinya tengah makan malam di restoran paling mahal di kota ini. Candle light dinner. Siapa yang tidak panas coba. Ditambah dengan dirinya yang menyangkal kelakuannya ketika kutanya sesampainya di rumah. Namun, seketika bibirnya membisu saat aku tunjukkan foto-foto bukti perselingkuhannya. Bah! Dasar brengsek!
Waktu seakan berjalan melambat menuju pukul tujuh. Kenapa dia belum datang. Kita berjanji menyelesaikan semuanya malam ini. Di sini. Di tempat di mana dia memintaku menjadi belahan jiwanya. Shit! Jika ingat saat itu dan mendapati kenyataan sekarang aku langsung mual. Ingin segera muntah. Muntah ke mukanya.
Jam tujuh lewat lima menit, pria tinggi tegap berdada bidang memakai setelan rapi itu telah berdiri beberapa langkah di depanku. Di belakangnya berdiri sok manis perempuan yang akan  menghancurkan masa depanku itu. Damn, ingin rasanya mencakar perempuan sundal ini. Mengapa dia juga datang. Kepalaku langsung mendidih, untung hati mengingatkan untuk tetap tenang. Aku tidak mau berbuat kampungan di depan wanita kampung itu. Ya, dia berasal dari desa. Aku sudah menyelidikinya. Aku harus bersikap datar dan tenang.
“Belum lama menunggu, bukan?” ucapnya.
Aku tidak menyahut. Aku duduk kembali ke kursiku. Dia duduk di depanku. Perempuan jalang ini duduk di sampingnya. Bangsat!! Tenang... Tenang... Nadia, kamu gadis berpendidikan, wanita metropolis yang tahu adab. Jangan terbawa emosi.
Namun ternyata air mata ini tidak mau berkompromi. Ternyata perih lukaku ini terlalu kuat berontak.
Dia berdiri mendekat ke arah ku. Menghapus air mataku dengan tissue.
Aku berdiri. Tak tahan rasanya memendam sesak di dalam dada. Persetan dengan gadis berpendidikan. Persetan dengan wanita metropolis yang tahu adab. Amarah ini rasanya sudah di ujung ubun.
Lantang aku berteriak, “Kamu pilih aku atau dia?!” sembari menunjukkan telunjukku ke arah perempuan sialan itu.
Dia terdiam.
“Kamu pilih aku atau dia?!” Kuulangi pertanyaanku, kali ini dengan tinggi nada dua kali lipat. Sontak, meja kami menjadi pusat perhatian tamu-tamu restoran yang lain.
“Kamu duduk dulu, Nadia. Aku akan menjelaskan semuanya.”
“Apa yang harus di jelaskan, Dit?!” Ucapku, kali ini dengan isak tangis. Kulirik perempuan hina itu. Masih terdiam. Sepertinya dia senang dengan keadaanku sekarang. Hatinya mungkin tertawa. Damn!
Aditya mendudukkanku kembali ke kursiku. Dia kembali duduk di kursinya.
“Nadia, aku benar-benar minta maaf.”
“Maaf?! Untuk perselingkuhanmu ini? Untuk pengkhiatanmu ini? Kamu jahat, Dit. Kamu jahat. Jadi sekarang, putuskan! Kamu pilih aku atau dia?” Ucapku memberinya pilihan.
Aditya terdiam.
Emosi aku siramkan air putih dalam gelas ini ke wajahnya.
“Brengsek kamu!!”
Aditya memandang wajahku lekat. Menatap mataku dalam-dalam. Perlahan dia mulai berucap, “Dia istriku, Nadia.”
“Apa?!” Aku mendengarnya samar.
“Dia istriku, Nadia. Istri sah ku sejak sepuluh tahun yang lalu.”
Apa?!... Jadi...
Mataku gelap.


Painting belong to The Long Lost Woods

Tidak ada komentar:

Posting Komentar