^^

Rabu, 17 Oktober 2012

#15HariNgeblogFFDadakan #D2


SEBILAH BELATI BERKARAT

Kantor Polisi ini terasa semakin mencekam. Seorang ibu paruh baya tampak mondar-mandir di ruang tunggu itu. Ia terlihat begitu gelisah tak ubahnya seekor cacing kepanasan. Sementara seorang pemuda tanggung duduk santai di dekatnya. Seakan tak peduli dengan apa yang terjadi.
Kemudian, satu lagi pemuda tanggung yang wajahnya begitu mirip dengan pemuda satunya keluar dari sebuah ruangan bersama seorang pria setengah baya. Dari dandanannya, sepertinya si pria paruh baya itu adalah lawyer.
“Kakak, kamu tidak apa-apa nak?” tanya sang ibu cemas.
“Ya jelas tidak apa-apalah. Orang aku gak bersalah kok.” Jawab pemuda itu singkat dengan nada kesal.
“Syukurlah kalau begitu.” Sang ibu mulai tenang.
Raka, pemuda ini dimintai keterangan pihak kepolisian atas ditemukannya kerangka belulang manusia yang tenggelam di Danau Kalimaya. Kerangka itu di temukan oleh seorang pemancing yang iseng menyelam ke dasar danau. Kerangka itu dipastikan mati di bunuh karena ditemukan sebilah belati masih tersangkut di antara belulang dadanya. Kerangka itu telah dapat di identifikasikan. Seorang gadis belia bernama Rara Ayu Wangi. Pacar Raka. Mantan pacar Raka, tepatnya.
Sesampainya di rumah, Raka terduduk lesu. Ia masih tak percaya bahwa gadis yang sebenarnya masih dicintainya itu mati dengan cara yang tak wajar. Ia maklum sekali jika polisi mencurigainya sebagai tersangka karena ada motif yang masuk akal jika tuduhan itu mengarah kepadanya. Ia putus dengan gadis itu. Bisa saja polisi menduga pembunuhan itu berlatar belakang sakit hati. Namun bagaimana bisa Raka membenci gadis itu. Sampai sekarangpun, Raka masih mencintainya. Masih menginginkannya. Meskipun gadis itu telah mencampakkannya secara tiba-tiba dengan alasan absurd, setahun yang lalu. Lalu menghilang tanpa jejak seminggu setelahnya. Ternyata.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang membunuh gadis pujaannya itu. Pembunuh yang mengakhiri nyawanya dengan sebilah belati. Belati yang seperti ia sangat kenali. Belati berukirkan kalimat “Dagger of Brutus” itu tampak seperti familiar olehnya. Seperti ia sering melihatnya. Namun di mana.
“Hai Ka, aku turut berkabung untuk pacarmu ya.”
“Mantan, Rayi.”
“Tapi kamu masih mencintainya, kan?”
Raka hanya terdiam.
“Eh, aku pakai mobilnya ya, sebelum jam tujuh aku udah balik kok. Janji.” Ucap Rayi sambil tersenyum lucu. Membuat Raka tertawa.
Rayi adalah adik Raka satu-satunya. Banyak yang menganggap mereka kembar. Namun tidak. Mereka kakak beradik bukan kembar. Raka lebih dulu lahir, Rayi lahir setahun kemudian. Meski wajah mereka mirip, namun perangai mereka berbeda seratus delapan puluh derajat. Raka yang ramah dan murah senyum tak akan sama dengan Rayi yang sok cool terkesan angkuh. Namun, mungkin malah karena sikapnya yang misterius ini membuat gadis-gadis di kampus terpikat olehnya. Sudah menjadi rahasia umum jika Rayi adalah seorang playboy. Berbeda sekali dengan Raka yang setia.
“Iya, mobil itu kan mobil kamu juga.” Jawab Raka dengan tersenyum.
“Makasih kakak.” Sambut Rayi ceria.
Rayi bergegas masuk ke kamarnya. Mengemasi beberapa barangnya ke dalam tas. Lalu ia mengeluarkan sebuah kotak kayu antik dari dalam lemarinya. Membukanya. Tampak dua bilah belati tersusun rapi pada ceruk kotak tersebut. Ada satu ceruk yang kosong. Rayi tersenyum memandangnya. Lalu menutup kotak itu kembali. Memasukkannya ke dalam tas. Dan bergegas keluar dari kamarnya.
“Mama, adik jalan dulu.” Teriak Rayi sambil berlalu.

Painting belong to artfinder

Tidak ada komentar:

Posting Komentar