SEBILAH BELATI BERKARAT
Kantor Polisi
ini terasa semakin mencekam. Seorang ibu paruh baya tampak mondar-mandir di
ruang tunggu itu. Ia terlihat begitu gelisah tak ubahnya seekor cacing
kepanasan. Sementara seorang pemuda tanggung duduk santai di dekatnya. Seakan
tak peduli dengan apa yang terjadi.
Kemudian, satu
lagi pemuda tanggung yang wajahnya begitu mirip dengan pemuda satunya keluar
dari sebuah ruangan bersama seorang pria setengah baya. Dari dandanannya,
sepertinya si pria paruh baya itu adalah lawyer.
“Kakak, kamu
tidak apa-apa nak?” tanya sang ibu cemas.
“Ya jelas
tidak apa-apalah. Orang aku gak
bersalah kok.” Jawab pemuda itu
singkat dengan nada kesal.
“Syukurlah
kalau begitu.” Sang ibu mulai tenang.
Raka, pemuda
ini dimintai keterangan pihak kepolisian atas ditemukannya kerangka belulang
manusia yang tenggelam di Danau Kalimaya. Kerangka itu di temukan oleh seorang
pemancing yang iseng menyelam ke dasar danau. Kerangka itu dipastikan mati di
bunuh karena ditemukan sebilah belati masih tersangkut di antara belulang
dadanya. Kerangka itu telah dapat di identifikasikan. Seorang gadis belia
bernama Rara Ayu Wangi. Pacar Raka. Mantan pacar Raka, tepatnya.
Sesampainya di
rumah, Raka terduduk lesu. Ia masih tak percaya bahwa gadis yang sebenarnya
masih dicintainya itu mati dengan cara yang tak wajar. Ia maklum sekali jika
polisi mencurigainya sebagai tersangka karena ada motif yang masuk akal jika
tuduhan itu mengarah kepadanya. Ia putus dengan gadis itu. Bisa saja
polisi menduga pembunuhan itu berlatar belakang sakit hati. Namun bagaimana
bisa Raka membenci gadis itu. Sampai sekarangpun, Raka masih mencintainya. Masih
menginginkannya. Meskipun gadis itu telah mencampakkannya secara tiba-tiba
dengan alasan absurd, setahun yang lalu. Lalu menghilang tanpa jejak seminggu setelahnya. Ternyata.
Sekarang, yang
menjadi pertanyaan adalah siapa yang membunuh gadis pujaannya itu. Pembunuh yang
mengakhiri nyawanya dengan sebilah belati. Belati yang seperti ia sangat
kenali. Belati berukirkan kalimat “Dagger
of Brutus” itu tampak seperti familiar olehnya. Seperti ia sering
melihatnya. Namun di mana.
“Hai Ka, aku
turut berkabung untuk pacarmu ya.”
“Mantan, Rayi.”
“Tapi kamu
masih mencintainya, kan?”
Raka hanya
terdiam.
“Eh, aku pakai
mobilnya ya, sebelum jam tujuh aku udah balik kok. Janji.” Ucap Rayi sambil tersenyum lucu. Membuat Raka tertawa.
Rayi adalah
adik Raka satu-satunya. Banyak yang menganggap mereka kembar. Namun tidak. Mereka
kakak beradik bukan kembar. Raka lebih dulu lahir, Rayi lahir setahun kemudian.
Meski wajah mereka mirip, namun perangai mereka berbeda seratus delapan puluh
derajat. Raka yang ramah dan murah senyum tak akan sama dengan Rayi yang sok cool terkesan angkuh. Namun, mungkin
malah karena sikapnya yang misterius ini membuat gadis-gadis di kampus terpikat
olehnya. Sudah menjadi rahasia umum jika Rayi adalah seorang playboy. Berbeda sekali
dengan Raka yang setia.
“Iya, mobil
itu kan mobil kamu juga.” Jawab Raka dengan tersenyum.
“Makasih kakak.”
Sambut Rayi ceria.
Rayi bergegas
masuk ke kamarnya. Mengemasi beberapa barangnya ke dalam tas. Lalu ia
mengeluarkan sebuah kotak kayu antik dari dalam lemarinya. Membukanya. Tampak dua
bilah belati tersusun rapi pada ceruk kotak tersebut. Ada satu ceruk yang
kosong. Rayi tersenyum memandangnya. Lalu menutup kotak itu kembali. Memasukkannya
ke dalam tas. Dan bergegas keluar dari kamarnya.
“Mama, adik
jalan dulu.” Teriak Rayi sambil berlalu.
Painting belong to artfinder
Tidak ada komentar:
Posting Komentar