^^

Kamis, 25 Oktober 2012

#15HariNgeblogFFDadakan #D9


DAHLIA

“Kami sudah mau tutup, Non.”

Sapa penjaga toko bunga ini ketika aku baru akan memilih bunga-bunga dagangannya. Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Sepertinya dia tidak sadar bahwa maut telah mengintainya. Dia belum tahu siapa aku sebenarnya.
“Mana temanmu yang satu lagi?”
“Oh, dia kakakku. Pemilik toko bunga ini. Dia sudah pulang duluan. Ada apa ya, Non?”
“Oh tidak ada apa-apa kok.”
“Kita sekarang tutup lebih awal. Sejak G tiga puluh S kemarin, toko kami menjadi sepi. Kami maklum sih, banyak orang-orang yang takut keluar rumah. Apalagi banyak jemputan-jemputan misterius itu. Banyak yang dieksekusi dengan tuduhan terlibat gerakan palu arit itu.”
Urainya panjang lebar. Aku pura-pura saja menyimaknya.
Ndak laki-laki, ndak perempuan pokoknya yang di jemput pasti mati. Atau malah ada yang dibunuh di tempat. Di rumah mereka sendiri. Ngeri banget. Negara macam apa ini. Pemimpinnya kok malah menyebar teror.”
Lanjutnya kemudian. Aku masih memasang senyum dan masih berpura-pura untuk tertarik dengan ceritanya. Aku terus mengamatinya yang sedang berkemas-kemas sembari melihat kondisi luar toko untuk memastikan bahwa tidak akan ada seorangpun yang melihat ketika aku mengeksekusinya.
Sebetulnya jika dilihat lama-lama, pemuda ini tampak begitu manis. Lebih tampan dari sang kakak. Rahangnya yang keras membuat kelelakiannya menjadi jauh mempesona. Namun sayang sekali napasnya harus berhenti pada malam ini. Aku hanya melaksanakan tugas. Apa boleh buat.
Kulihat-lihat lagi belati-belatiku yang mengkilat-kilat mengintip dari dalam tas tanganku. Sabar ya sayang.
Dheng…
Jam lemari antik yang berdiri tegak di sudut toko ini berdentang sembilan kali. Kondisi benar-benar sepi. Mungkin sekarang adalah saat yang tepat untuk membuatnya mati. Kugenggam kuat-kuat belatiku. Aku mengambil posisi yang tepat untuk membunuhnya. Ini tidak main-main. Aku harus melaksanakannya dengan rapi. Satu tikaman dan dia harus mati.
Dan…
Tiba-tiba…
Kudengar derap kaki bergerak cepat mendekat. Aku langsung beringsut refleks sembunyi di balik vas-vas kosong ini. Aku dengar suara pemuda itu meronta.
“Benar ‘kan, Ndan. Ini Dahlia lima belas?”
“Benar, ciri-cirinya juga sama.”
“Kita bawa je markas atau…”
“Sudah lakukan saja di sini.”
Crass…
Ada sesuatu menggelinding yang tertangkap oleh mataku. Lalu kulihat seseorang tinggi tegap itu memungutnya. Benda itu menetes-neteskan darah. Aku hanya terdiam dan mengambil napas dalam-dalam. Huft… aku terlambat. Ternyata dia juga menjadi target jemputan rupanya. Tahu begitu aku akan menyudahinya kemarin lusa.
Gerombolan itu telah pergi. Meninggalkan toko bunga ini bersama sepi. Aku melangkah keluar. Jalan Dahlia ini telah benar-benar jauh dari bingar. Apa boleh buat.

Drawing belong to Ten Paces And Draw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar