^^

Rabu, 18 Januari 2012

#15HariNgeblogFF #Hari07


SEPUCUK SURAT (BUKAN) DARIKU

                Marlina masih lemas duduk di sofa mewah di ruang tengah rumahnya. Surat di tangannya mulai basah oleh air matanya yang deras mengucur. Liana tak kalah hebat menangis, sementara Utari berdiri di depan jendela.

                “Benar kan Ma apa yang aku katakan. Mama sih yang terlalu memanjakan Papa. Mama itu harusnya curiga saat Papa merekrut sekretaris baru yang centil itu.” Utari bersuara.

                “Kalau rumah ini disita, kita kan tinggal di mana Ma?” tanya Liana, masih menangis.

                “Adik diam dulu deh, ini Mama sama Kakak nanti tambah jadi bingung.” Utari menghardik adiknya.

                “Mama kan tidak boleh curiga begitu Tari. Mama kan percaya sama Papa.”

                “Tapi kenyataannya sekarang apa Ma? Si sekretaris centil itu sekarang telah benar-benar berhasil merebut Papa.”               

                “Mama kan bukan orang curigaan. Selalu berprasangka baik kepada orang.”

                “Iya Ma. Tapi Mama kan seharusnya curiga kenapa Papa merekrut sekretaris baru waktu itu. Padahal sekretarisnya Papa sudah dua. Apa Mama tidak cemburu?”

                Marlina mengambil nafas dalam-dalam.

                “Mengapa harus cemburu. Kita kan harus professional anakku.”

              “Tapi kini kenyataannya. Untuk apa coba Papa hutang sebegitu besar kepada bank dan tidak membayarnya. Pasti untuk perempuan itu. Pantas saja sejak ada perempuan itu Papa jadi sering telat pulang. Papa jadi sering alasan kerja keluar kota, Harusnya Mama peka.”

                “Sudah diam kamu Tari. Mama ini lagi berfikir bagaimana Mama mendapatkan uang untuk membayar hutang.”

                Marlina melangkah menuju kamarnya. Menuju lemari besinya. Mengeluarkan pistol milik suaminya. Lalu membawanya keluar.

                Marlina lalu memasukkan pistolnya ke dalam tasnya.

                “Mama, untuk apa Mama bawa pistol segala.” Teriak Liana.
                “Mama pergi sebentar Utari, tolong jaga adikmu.”
                “Mama mau kemana? Mama mau apa?” Kali ini Utari yang terlihat panik.
                “Mama tahu apa yang harus Mama lakukan.”
                Marlina melangkah cepat meninggalkan dua anaknya. Kini hatinya benar-benar telah di bakar api cemburu yang membara. Cemburu yang terkumpul dan siap meledak.

                “Utari, simpan surat itu. Jangan sampai hilang.” Teriak Marlina dari dalam mobilnya.

                Brummm……
                Mama……
                Utari hanya bisa memeluk adiknya yang menangis semakin hebat.


Sketch belong to Eyerank on http://www.eyefetch.com/image.aspx?ID=427568

3 komentar: