Langit menghitam saat Nilam mulai menaburkan remah-remah kemenyan di atas bara api di depannya. Mulutnya komat-kamit mulai membaca mantra. Foto pria yang di pegangnya ia putar-putarkan di atas asap bara. Senyumnya mengembang. Entah apa yang ia pikirkan sekarang.
“Halo…” terdengar suara merdu di ujung telpon sana. Jantung Nilam selalu berdegup kencang saat suara bariton itu terdengar. Selalu terbata kala ia menjawab. Ah, Nilam. Padahal ini bukan yang pertama kali,kan?
Pandu Aji Santoro, begitu pria itu mengenalkan namanya ke Nilam kala pertama mereka bertemu. Nilam langsung terkesima saat mereka berjumpa. Matanya, cambangnya, suaranya, ah… Nilam jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tapi itu dulu, saat Nilam masih terlalu lugu untuk menghadapi seorang Pandu. Kini cintanya tak lagi besar kepada pria itu. Ketika Nilam tahu siapa Pandu sebenarnya, emosinya menggelegak. Amarahnya memuncak. Ingin segera dia habisi nyawa pria yang dulu di cintainya itu. Namun ternyata Nilam masih terlalu lugu untuk menghabisi pria licik sekelas Pandu. Nilam butuh waktu. Nilam butuh strategi. Ya, strategi untuk kapan dan di mana pandu akan di habisi.
“Halo…” suara bariton itu masih terdengar memukau di telinga Nilam.
“Ada apa mas?”
“Mas ingin ketemu Adik.”
“Tidak takut ketahuan istri sama anak-anak Mas?”
“Mereka semua sedang liburan di luar kota. Makanya ini Mas hubungi adik. Mas rindu sekali sama adek Nilam. Rindu.”
“Pacar-pacar mas yang lain?”
“Ah, adik jangan percaya gossip. Itu bisa-bisanya mereka saja bicara. Ayolah Dik, mas rindu ingin bertemu. Sudah kepikiran kamu terus ini setiap hari. Ayolah. Ya…”
Nilam tersenyum. Pelet buluh perindunya manjur rupanya.
“Nanti malam ya.” Jawab Nilam.
Nilam kini tertawa. Waktu yang ia tunggu-tunggu telah datang rupanya.
Dag dig dug rasa jantung Nilam, ketika Pandu telah terlihat di matanya. Nilam masih tak mengerti mengapa rasa itu masih tetap ada meskipun Nilam kini sudah tak lagi cinta.
“Tidak lama nunggu kan sayang? Macet nih. Maafin Mas ya?”
Nilam tersenyum.
“Kamu cantik sekali malam ini.”
Nilam tersenyum.
Pandu duduk di depan Nilam. Berdua mereka bicara kesana-kemari. seperti biasa Pandu berbasa-basi hingga makanan pesanan mereka datang. Obrolan merekapun terhenti. Berdua mereka mulai menyantap makanan yang tersaji.
Akkkk......Pandu tercekat. Tenggorokaanya seperti ada yang mengikat. Kerongkongannya terasa terbakar. Busa-busa racun mulai membuih di mulutnya. Akkkk......
Nilam tersenyum puas. Seisi restoran gempar.
"Nikmati nafas terakhirmu Pandu, nikmatilah balasan sakit hati ibuku. Nikmatilah racun cinta dari anakmu."
Nilam kembali tersenyum. Dia menikmati kepuasan untuk menghabisi lelaki yang telah menyakitinya. Lelaki yang telah melukai hati ibunya. Lelaki yang telah membuatnya lahir ke dunia.
Nilam Santoro tersenyum puas sekarang. Dendamnya telah terbalaskan.
weiiiit, teman di #indigo ketemu di sini
BalasHapushahahha...terima kasih mbak ^^
HapusMantap ni bang....
BalasHapusHari ketiga mau bikin apa lagi ni..
Penasaran....
ikutin terus ya ^^
Hapus