CIUMAN “PERTAMA”
Inilah yang
mungkin terjadi bila pernikahan bukan dilandasi atas kata cinta. Dia masih
mencintai kekasihnya, begitupun diriku yang masih menaruh rindu pada kekasihku.
Tapi apalah daya kami, kami hanyalah wajah-wajah anak-anak yang berbakti kepada
orang tua.
Kemudian,
menikahlah aku dengannya. Seorang pria yang tidak aku kenal rimbanya. Yang tiba-tiba
datang dan melesak masuk ke dalam hidupku. Aku berontak, aku teriak. Namun hanya
dalam hati. Aku memang mengalah atas apa mau orang tuaku. Namun aku tidaklah
kalah. Aku tidak kalah. Aku hanya diam karena terlalu lemah untuk melawan.
Akan tetapi,
AHA!!.... ternyata diapun setali tiga uang denganku rupanya. Dia tak
mencintaiku. Dia ada kekasih yang telah memiliki hatinya. Senangnya…. Dia masih
selalu berkunjung kepada kekasihnya. Akupun demikian. Pernikahan kami terasa
aneh memang. Tetapi begitulah cinta, tak usahlah berdebat dengannya.
Orang tua kami
masing-masing sibuk membanggakan pernikahan anaknya yang sukses kepada setiap
koleganya. Acara perjodohan di tahun millennium yang berhasil. “Eh, lihat Jeung…
mantuku cakep banget kan. Serasi dengan anakku yang cantik.” Begitu katanya. Aduh
mama, maafkan anakmu. Aku menipumu.
Waktu berjalan
perlahan namun pasti. Pernikahan kami pun sudah tak berbilang hari. Sudah satu
tahun sembilan bulan. Dan aku mengandung, anaknya. Ya, anak suamiku, bukan
kekasihku. Dengan kekasihku aku masih jalan, seperti dia pula yang masih jalan
dengan kekasihnya. Aneh bukan? Tetapi begitulah cinta, tak usahlah berdebat
dengannya.
Selanjutnya.......
“Mama… bayi
kita perempuan!!” teriaknya. Aku masih terbaring lemas. Semua energiku
terkuras. Namun mataku masih awas. Masih jelas, melihat suamiku jalan berayun
sambil berlagu-lagu menggendong bayi berselimut merah jambu. Cakep juga orang
ini, benar kata mama. Mantunya tampan. Akupun heran, bertanya pada diri sendiri
kemana saja selama ini. Ternyata suamiku tak kalah rupawan dengan kekasihku.
Dia mendekat
duduk di sampingku setelah menaruh bayi dalam box nya. Matanya menatap tajam ke arahku. Hey tampan, jangan
lama-lama. Nanti aku meleleh di buatnya. “Mama… bayi kita cantik. Mirip denganmu.”
Ucapnya. Mata binarnya tersenyum gembira. Tanpa sadar, mulutku menyudut kiri
kanan. Memberinya senyumanku yang paling menawan. Suamiku, ternyata kamu benar-benar
tampan. Kemana saja aku selama ini, tanyaku dalam hati.
Lalu, mukanya
semakin mengangsur turun ke wajahku. Bibirnya mulai membuka melumat bibirku. Hangat,
tiba-tiba getar menjalar ke seluruh tubuh ini. Membawakan nikmat roti surgawi. Ah,
aku tak tahan. Tak tahan untuk membalasnya berciuman. Bibir kita mengikat,
lidah kita menyatu. Lantas, kemana perginya kekasihnya serta kekasihku. Masa bodoh,
aku tak peduli, sama seperti dia yang mungkin juga tak peduli. Aku merasakan
cinta dalam setiap kecupannya. Ini ciuman pertamaku bersamanya. Selama ini? Ya,
selama ini. Bahkan saat bercintapun berlangsung begitu saja. Coitus dan lalu
selesai. Tapi kini apa yang terjadi? Aku benar telah jatuh cinta kepadanya. Aneh pastinya,
tetapi begitulah cinta, tak usahlah berdebat dengannya.